Islam Masuk di Kerajaan Muna Langsung ke konten utama

Islam Masuk di Kerajaan Muna

Islam masuk di Pulau Muna seiring kedatangan seorang guru bernama Abdul Wahid kira-kira 940 Hijriah atau tahun 1534 Masehi. Pulau ini ketika itu diperintah oleh raja bergelar Omputo Kino Wuna.

Riwayat ini dikisahkan secara turun-temurun dari mulut ke mulut dan terakhir kali ditulis oleh La Ode Mizan, Imam Masjid Kota Muna untuk Jules Couvreur ketika menjabat sebagai controleur onderafdeling di Muna. La Ode Mizan meninggal tahun 1928.

Berikut penggalan tulisan La Ode Mizan.

Abdul Wahid

Abdul Wahid tiba di Pulau Buton sebagai musyafir kira-kira 940 Hijriyah. Ia datang bersama istrinya, Wa Ode Solo dan seorang anak lelakinya, Ledi Penghulu.

Waktu itu Kerajaan Buton diperintah seorang raja bernama Murhum atau Lakilaponto.

Guru itu disebut seorang keramat dan mengenalkan dirinya lahir di Makkah, turunan Sayid, cucu Rasulullah saw.

"Saya ada turun di negeri Johor, lalu berangkat ke negeri Solo, akhirnya berangkat ke Barangasi masuk di Pulau Buton," katanya.

"Maksud saya adalah membawa agama Islam di pulau ini dengan pengharapan supaya Raja Buton memeluk agama Islam."

Syahdan, Raja Buton dan menteri serta wasir-wasirnya memeluk Islam. Kerajaan Buton kemudian menjadi kesultanan.

Selanjutnya, guru itu dikawinkan dengan perempuan bernama Wa Ina Tapi Tapi.

Lalu didirikanlah masjid dan guru itu diangkat menjadi guru agama Islam di Kerajaan Buton. Didirikan pula rumah besar sebagai Rumah Perguruan Agama Islam.

Berpindah riwayat, sesudah setahun lamanya agama Islam disiarkan di Kerajaan Buton, bermusyafirlah Abdul Wahid di Pulau Muna.

Masa itu Kerajaan Muna diperintah raja bernama La Pusaso, Omputo Kino Wuna ke-8.

Lalu bersahabatlah guru itu dengan Raja Muna dan La Pusaso memeluk Islam bersama Syarat Muna. Didirikanlah satu rumah Perguruan Syarat Muna untuk mengajarkan dan menyiarkan agama Islam.

Syarat Muna ketika itu masih terdiri atas 4 orang.

1. Mino Kancitala

2. Mino Lembo

3. Mino Kaura

4. Mino Ondoke

Formasi ini ditambah 2 kapiatalao dan 8 bhobhato. Belum ada menteri besar (perdana menteri), mintarano bitara, apalagi ghoerano.

Erus Muhammad

Agama Islam yang diajarkan Abdul Wahid berkembang terus-menerus. Hampir 100 tahun kemudian, tepatnya dalam tahun 1024 Hijriyah (1615 Masehi) bermusyafir pula seorang alim di Pulau Buton bernama Erus Muhammad.

Ia juga seorang keramat dan membawa serta seorang imam bergelar Imam Betawi dan seorang pembesar dari Makkah bernama Muhammad Musa, seorang pembesar dari Belanda, seorang pembesar dari negeri Rum di Turki bernama Abdullah Waliullah.

Berpindah riwayat, kemudian musyafirlah guru Erus Muhammad ke Pulau Muna, ketika itu Kerajaan Muna dipimpin Titakono.

Masa itu sudah ada menteri besar (perdana menteri) bernama La Marati, dan juga sudah ada sejumlah mino baru.

1. Mino Katobu bernama La Ilangga

2. Mino Tongkuno bernama La Malindu.

3. Mino Kabawo bernama La Kuhe.

4. Mino Lawa bernama La Kapempe.

Mintarano bitara belum ada.

Erus Muhammad menambah pegawai Perguruan Syarat Muna dengan 1 imam dan 2 orang khatib. Dan sejak saat itu imam diizinkan menikahkan orang tapi harus menyerahkan uang rida kepada Raja Muna sebesar 10 sen tiap kali menikahkan.

Said Raba

Syahdan pada tahun 1054 hijriah (1644 Masehi) datang lagi seorang guru yang keramat bernama Said Raba dari Makkah. Saat itu Sultan Buton bernama Sangia Manuru.

Seperti yang sudah-sudah, bermusyafir pula Said Raba dari Pulau Buton ke Pulau Muna saat Kerajaan Muna diperintah La Ode Tuga, Raja Muna ke-14.

Said Raba mendirikan Perguruan Agama Islam sebuah di Tongkuno, sebuah di Katobu, sebuah di Lawa, dan sebuah di Kabawo.

Masjid pun ditambah sehingga adalah berdiri sebuah di Lohia, sebuah di Lahontohe, sebuah di Wasolangka.

Di masa Said Raba, banyak murid yang semakin pintar-pintar dan diangkat menjadi pegawai masjid.

Buku-buku agama Islam banyak yang mulai ditulis dan disiarkan, ditulis dalam bahasa Arab dan diartikan salam bahasa Melayu. Buku-buku itu setelah berlalu ratusan tahun banyak yang hancur dimakan rayap. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 Cara ke Wakatobi

Wakatobi terletak di segitiga terumbu karang dunia, sehingga memiliki kekayaan hayati yang sangat tinggi. Keindahan bawah laut Wakatobi membuat dia dijadikan Taman Nasional Wakatobi pada 1996 oleh pemerintah Indonesia. Wakatobi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dia merupakan gugusan pulau dengan pulau utama Wanci, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Nama Wakatobi diambil dari akronim keempat pulau. Menurut situs Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI, Taman Nasional Wakatobi merupakan salah satu dari 50 taman nasional di Indonesia, dengan total area seluas 1,39 juta hektare, menyangkut keanekaragaman hayati laut, skala dan kondisi karang yang menempati salah satu posisi prioritas tertinggi dari konservasi laut di Indonesia. Kedalaman air di taman nasional ini bervariasi, bagian terdalam mencapai 1.044 meter di bawah permukaan air laut. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sultra, Wakatobi terdiri atas 8 kecamatan, memiliki 142 pulau s

Tempat Keramaian Kendari, Wisata Malam Ruang Terbuka

Kota Kendari punya beberapa pilihan tempat kongko di ruang terbuka, tempat orang membentuk keramaian umum. Beberapa di antaranya menjadi tempat wisata malam pelepas penat, mengendurkan urat syaraf, menurunkan ketegangan setelah seharian sibuk beraktivitas.  Kendari, daerah yang perkembangan kotanya melingkari Teluk Kendari, tidak heran kebanyakan wisata kuliner, hotel, dan spot foto hits dibangun di tepi teluk, menjual view teluk dan dua landmark Kendari yang ikonik, Jembatan Teluk Kendari dan masjid terapung Al Alam. Berikut ini pilihan wisata malam ruang terbuka dan tempat-tempat keramaian yang populer.  1. Kendari Beach Kendari Beach dengan latar Teluk Kendari dan Masjid Al Alam di kejauhan Ada sepenggal jalan bypass di Kemaraya, jalur sepanjang Taman Teratai sampai Meohai Park, sebuah taman yang diapit Jln Ir H Alala dan Jln Sultan Hasanuddin, tempat keramaian pertama di Kendari sejak 80-an dan masih eksis sampai hari ini sebagai tempat favorit nongkrong. Panjangnya hanya kurang le

Kerajaan Besar di Sultra Berakar dari Kedatuan Luwu kecuali Buton

Bila mencermati cerita rakyat masing-masing 4 kerajaan besar di Sulawesi Tenggara bagaimana kerajaan-kerajaan itu terbentuk, dalam ibarat, setiap cerita mewakili satu kepingan puzzle. Apabila keempatnya digabungkan maka terbentuklah satu gambaran utuh dan menyeluruh, yang dapat diambil satu kesimpulan dari padanya. Bahwa raja pertama Kerajaan Mekongga, Konwe, dan Muna, kecuali Kerajaan Buton, ketiganya berasal dari akar yang sama, yaitu Kedatuan Luwu di zaman Sawerigading. Raja pertama Mekongga Larumbalangi adalah keluarga Sawerigading, Raja pertama Konawe Wekoila atau We Tenrirawe juga keluarga Sawerigading. Wekoila kakak beradik dengan Larumbalangi. Kemudian, Raja Muna pertama suami We Tenri Abeng, kembar emas Sawerigading. Bahasa lainnya Ipar Sawerigading. Merujuk epos Lagaligo, suami We Tenri Abeng adalah Remang Rilangi. Sementara itu, Kerajaan Buton dibentuk oleh 4 laki-laki pendatang dari rumpun melayu pada akhir abad ke-13 atau awal abad ke-14, yaitu Sipanjongan, Sijawangkati, S