Era Perselisihan Kerajaan Muna Langsung ke konten utama

Era Perselisihan Kerajaan Muna

La Ode Bulai vs La Ode Ngkada

Pada tahun 1861, sementara La Ode Bulai berkuasa, Kapitalao Lohia La Ode Ngkada mengobarkan perang terhadapnya, meributkan jabatan Omputo Kino Wuna.

Demikian Jules Couvreur memulai catatannya, sebagaimana tertuang dalam buku Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna.

La Ode Ngkada banyak mendapat dukungan dari para La Ode yang berdiam di Kota Muna.

Mula-mula La Ode Bulai bertahan tapi akhirnya ia melarikan diri.

Bhonto Balano ketika itu La Aka pergi kepada Sultan Buton melaporkan bahwa La Ode Bulai lari ke Buton dan menetap di kampung Lasongko, dan La Ode Ngkada hendak menangkapnya.

Sultan kemudian menitip surat untuk La Ode Ngkada yang isinya menyatakan bahwa menurut Sultan tidak perlu mengejar La Ode Bulai dan mengusirnya dari Muna, karena La Ode Bulai bukan orang asing yang mengganggu, bukan orang Ternate atau pun orang Laiwoi.

La Ode Ngkada menampik saran itu karena Sultan Buton dianggap tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini, sehingga surat itu dikirim kembali.

Lalu Sultan mengirim berita kedua yang isinya begini:

Waktu Murhum menjadi Lakina Wolio dibuat perjanjian antara Murhum dan adiknya, Omputo Kino Wuna La Ode Pusaso, bahwa mereka dan pengganti-penggantinya kelak akan saling menolong dalam masa kesusahan.

Berdasarkan perjanjian itu Sultan berpendapat berhak campur tangan dalam perang ini. Ia akan mengirim utusan sebagai penengah antara La Ode Bulai dan La Ode Ngkada.

Namun La Ode Ngkada berkukuh pada prinsipnya semula.

Maka Sultan pun kembali menegaskan akan mengirim utusan penengah dan siapa yang menolak keputusan ini akan dianggap musuh Buton.

La Ode Ngkada juga tetap pada prinsipnya di awal, tapi karena ia tidak mau berperang dengan Buton maka dia mengundurkan diri dan pergi ke Kerajaan Laiwoi.

Sebagai Kapitalao Lohia ia digantikan oleh La Ode Tau.

La Ode Bulai yang telah lari dari negerinya tidak lagi dianggap pantas menjadi Omputo Kino Wuna dan diturunkan dari jabatannya oleh Syarat Muna.

Karena tidak mendapat ganti sepantasnya, maka Syarat Muna memohon restu dan persetujuan Sultan Buton untuk mengangkat Omputo Kino Wuna seorang kapitalao di Buton, yaitu La Ode Ali, putra seorang Arab bernama Said Mantobua dan cucu Sultan Jampi-Jampi. Sultan Buton setuju.

La Ode Kaili vs La Ode Tau

La Ode Ali yang diinginkan Syarat Muna menjadi Omputo Kino Wuna merasa tidak betah dengan jabatan ini dan segera kembali ke Buton, meninggalkan pemerintahan Muna pada Bhonto Bhalano La Aka. Keadaan ini berlangsung kira-kira 2 tahun.

Selanjutnya Syarat Muna mengangkat La Ode Kaili sebagai Omputo Kino Wuna yang baru.

Ia adalah cucu Said Mantobua. Ia putra La Ode Arabu, mantan Kapitalao Lohia dengan istrinya Wa Ode Lohia yang merupakan saudara perempuan La Ode Ngkada.

Tidak lama, muncul perselisihan antara La Ode Kaili dengan Kapitalao Lohia La Ode Tau.

Percik api bermula saat La Ode Tau menyatakan bahwa La Ode Kaili tidak membagikan hasil penjualan orang Muna secara jujur dengan Syarat Muna. Dalam hal ini La Ode Tau banyak mendapat dukungan.

Syarat Muna kemudian hendak mengangkat La Ode Tau sebagai Omputo Kino Wuna menggantikan La Ode Kaili, tapi La Ode Tau sudah tua dan tidak tertarik akan hal itu.

La Ode Tau menyarankan supaya La Ode Ahmad yang diangkat menjadi Omputo.

La Ode Ahmad vs La Ode Kaili

La Ode Ahmad atau juga dikenal dengan La Ode Ahmad Maktubu pernah menjadi Lakina Bola di Buton. Ia bertengkar dengan Sultan dan meminta dipecat sebagai Lakina Bola lalu kembali ke Muna pada keluarganya.

Ia menetap di rumah pamannya, La Ode Hasiru, Kapitalao Labora.

Banyak orang yang tidak senang dengan rencana pengangkatan La Ode Ahmad sebagai Omputo Kino Wuna, salah satunya Kino Barata Lahontohe.

Tapi ketika La Ode Ahmad menikah dengan putrinya, ia berhenti menentang.

Di sisi lain, Syarat Muna tidak mau mengangkat orang lain selain La Ode Tau.

Semua kesulitan itu tiba-tiba berakhir karena meninggalnya La Ode Tau. Maka La Ode Ahmad dipilih oleh Syarat Muna.

Sementara itu, La Ode Kaili yang sebenarnya masih Omputo Kino Wuna dan melarikan diri ke Buton membawa serta perhiasan kerajaan, serta meminta pertolongan Sultan Buton, lalu diam-diam merencanakan sesuatu.

La Ode Kaili kemudian mengirim syahbandarnya, La Ode Husin ke Muna untuk mengusir La Ode Ahmad.

Demi mendengar itu, Syarat Muna menghasut agar seluruh rakyat menentang dia, sehingga La Ode Husin tidak berhasil mendarat di Muna.

Pada tahun 1904 Sultan Muhammad Kaimudin IV meninggal dunia, dan La Ode Ahmad yang adalah putra Sultan Muhammad Salihi (Sultan Munara) kembali ke Buton untuk mencalonkan diri sebagai sultan. Ia tidak berhasil, saingannya Andi Rachim terpilih.

Andi Rachim pada 1906 menandatangani Perjanjian Pendek (Korte Verklaring) dibatas kapal HM de Ruyter dengan dihadiri Residen Brugman.

Kapal ini segera menuju Lohia. Kapitalao Lohia saat itu dijabat La Ode Ijo, putra La Ode Tau.

La Ode Ijo dipanggil ke kapal, tapi dia hanya bersedia datang sejauh pantai. Di situ dia ditanyakan siapakah yang diingingkan orang Muna menjadi omputo.

La Ode Ijo menjawab yang diinginkan rakyat adalah La Ode Ahmad. Kemudian disampaikan kepadanya bahwa hal itu harus diminta kepada Sultan Buton secara resmi.

Model ini ditolak oleh La Ode Ijo dan Syarat Muna.

Pada 1907 pemerintah Belanda turun tangan dan mengangkat La Ode Ahmad menjadi Omputo Kino Wuna.

La Ode Ahmad berkuasa kurang lebih 7 tahun (1907-1914). Di bawah pemerintahannyalah Syarat Muna dibubarkan dan dibentuk distrik-distrik yang sekarang (tahun 1935 saat Jules Couvreur menulis laporan ini), masing-masing dibawahi kepala distrik.

Pada tahun 1914 La Ode Ahmad meninggal dan jabatan Omputo Kino Wuna lowong hingga 1919.

Pada tahun 1919 putra La Ode Ahmad, La Ode Afiu diangkat menjadi omputo.

Pada tahun 1922 La Ode Afiu dipilih menjadi Sultan Buton. Tidak ada yang menggantikannya di Kerajaan Muna sampai 1926.

Lalu atas perintah Gubernur Sulawesi dan Daerah Taklukannya diangkat Omputo Kino Wuna La Ode Rere.

Ia adalah putra mantan Kapitalao Labora, La Ode Hasiru, dan merupakan cucu Omputo Kino Wuna La Ode Bulai.

Setelah pengangkatannya, La Ode Rere dinilai bertindak provokatif dan menimbulkan permusuhan dengan Sultan Buton.

Umpamanya, dia menolak perhiasan kerajaan Muna diserahkan kepada pemerintah otonom Buton.

Kemudian, La Ode Rere tidak menganggap dirinya di bawah tapi memiliki kedudukan yang sama dengan Buton.

Setelah banyak kesulitan, dia dipecat sesuai keputusan Nomor 35 tanggal 5 September 1928. Bersama dia dipecat dua orang dari Fato Lindono yang berpihak padanya, yaitu Mino Lembo dan Mino Kaura: La Jampi dan La Buri.

Kemudian, melalui keputusan pemerintah otonom Nomor 15 tanggal 9 Agustus 1930 maka La Ode Dika diangkat menjadi Omputo Kino Wuna berikutnya. Ia bergelar Komasigino. (*)

Dipetik dari buku Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna, Jules Couvreur

Baca Juga:
Daftar Raja Muna Sebelum Era Perselisihan




Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 Cara ke Wakatobi

Wakatobi terletak di segitiga terumbu karang dunia, sehingga memiliki kekayaan hayati yang sangat tinggi. Keindahan bawah laut Wakatobi membuat dia dijadikan Taman Nasional Wakatobi pada 1996 oleh pemerintah Indonesia. Wakatobi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dia merupakan gugusan pulau dengan pulau utama Wanci, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Nama Wakatobi diambil dari akronim keempat pulau. Menurut situs Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI, Taman Nasional Wakatobi merupakan salah satu dari 50 taman nasional di Indonesia, dengan total area seluas 1,39 juta hektare, menyangkut keanekaragaman hayati laut, skala dan kondisi karang yang menempati salah satu posisi prioritas tertinggi dari konservasi laut di Indonesia. Kedalaman air di taman nasional ini bervariasi, bagian terdalam mencapai 1.044 meter di bawah permukaan air laut. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sultra, Wakatobi terdiri atas 8 kecamatan, memiliki 142 pulau s

Tempat Keramaian Kendari, Wisata Malam Ruang Terbuka

Kota Kendari punya beberapa pilihan tempat kongko di ruang terbuka, tempat orang membentuk keramaian umum. Beberapa di antaranya menjadi tempat wisata malam pelepas penat, mengendurkan urat syaraf, menurunkan ketegangan setelah seharian sibuk beraktivitas.  Kendari, daerah yang perkembangan kotanya melingkari Teluk Kendari, tidak heran kebanyakan wisata kuliner, hotel, dan spot foto hits dibangun di tepi teluk, menjual view teluk dan dua landmark Kendari yang ikonik, Jembatan Teluk Kendari dan masjid terapung Al Alam. Berikut ini pilihan wisata malam ruang terbuka dan tempat-tempat keramaian yang populer.  1. Kendari Beach Kendari Beach dengan latar Teluk Kendari dan Masjid Al Alam di kejauhan Ada sepenggal jalan bypass di Kemaraya, jalur sepanjang Taman Teratai sampai Meohai Park, sebuah taman yang diapit Jln Ir H Alala dan Jln Sultan Hasanuddin, tempat keramaian pertama di Kendari sejak 80-an dan masih eksis sampai hari ini sebagai tempat favorit nongkrong. Panjangnya hanya kurang le

Kerajaan Besar di Sultra Berakar dari Kedatuan Luwu kecuali Buton

Bila mencermati cerita rakyat masing-masing 4 kerajaan besar di Sulawesi Tenggara bagaimana kerajaan-kerajaan itu terbentuk, dalam ibarat, setiap cerita mewakili satu kepingan puzzle. Apabila keempatnya digabungkan maka terbentuklah satu gambaran utuh dan menyeluruh, yang dapat diambil satu kesimpulan dari padanya. Bahwa raja pertama Kerajaan Mekongga, Konwe, dan Muna, kecuali Kerajaan Buton, ketiganya berasal dari akar yang sama, yaitu Kedatuan Luwu di zaman Sawerigading. Raja pertama Mekongga Larumbalangi adalah keluarga Sawerigading, Raja pertama Konawe Wekoila atau We Tenrirawe juga keluarga Sawerigading. Wekoila kakak beradik dengan Larumbalangi. Kemudian, Raja Muna pertama suami We Tenri Abeng, kembar emas Sawerigading. Bahasa lainnya Ipar Sawerigading. Merujuk epos Lagaligo, suami We Tenri Abeng adalah Remang Rilangi. Sementara itu, Kerajaan Buton dibentuk oleh 4 laki-laki pendatang dari rumpun melayu pada akhir abad ke-13 atau awal abad ke-14, yaitu Sipanjongan, Sijawangkati, S