Aura Pena Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2023

Islam Masuk di Kerajaan Muna

Islam masuk di Pulau Muna seiring kedatangan seorang guru bernama Abdul Wahid kira-kira 940 Hijriah atau tahun 1534 Masehi. Pulau ini ketika itu diperintah oleh raja bergelar Omputo Kino Wuna. Riwayat ini dikisahkan secara turun-temurun dari mulut ke mulut dan terakhir kali ditulis oleh La Ode Mizan, Imam Masjid Kota Muna untuk Jules Couvreur ketika menjabat sebagai controleur onderafdeling di Muna. La Ode Mizan meninggal tahun 1928. Berikut penggalan tulisan La Ode Mizan. Abdul Wahid Abdul Wahid tiba di Pulau Buton sebagai musyafir kira-kira 940 Hijriyah. Ia datang bersama istrinya, Wa Ode Solo dan seorang anak lelakinya, Ledi Penghulu. Waktu itu Kerajaan Buton diperintah seorang raja bernama Murhum atau Lakilaponto. Guru itu disebut seorang keramat dan mengenalkan dirinya lahir di Makkah, turunan Sayid, cucu Rasulullah saw. "Saya ada turun di negeri Johor, lalu berangkat ke negeri Solo, akhirnya berangkat ke Barangasi masuk di Pulau Buton," katanya. "Maksud saya adalah

Satus Muna terhadap Buton

Perjanjian Lakilaponto dan La Pusaso Tulisan berikut ini dinukil mentah-mentah dari Buku Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna sebagaimana kalimat Jules Couvreur sendiri: Muna, yaitu daerah yang terdiri atas 4 ghoera dulu dan kini merupakan wilayah kekuasaan Omputo Kino Wuna, disebut bharata Buton. Bharata berarti daerah taklukan (wingewest). Namun penjelasan yang saya peroleh membantahnya. Pada hakikatnya Buton menganggap Muna sebagai daerah taklukannya. Sebenarnya daerah taklukan adalah daerah yang direbut atau dikalahkan, sedangkan sejarah tidak pernah menyebut sesuatu kemenangan Buton atas Muna. Berhubungan dengan itu, maka langsung timbul pertanyaan sebagai berikut. Bagaimana bisa terjadi beberapa tokoh Buton dapat diangkat sebagai Raja Muna? Bagaimana juga terkadang Syarat Muna memohon bantuan dan persetujuan dari Sultan Buton untuk diizinkan mengangkat seorang tokoh Buton menjadi Raja Muna? Jawaban atas pertanyaan di atas telah dijelaskan sebelumnya bahwa ada perjanjian antara La

Era Perselisihan Kerajaan Muna

La Ode Bulai vs La Ode Ngkada Pada tahun 1861, sementara La Ode Bulai berkuasa, Kapitalao Lohia La Ode Ngkada mengobarkan perang terhadapnya, meributkan jabatan Omputo Kino Wuna. Demikian Jules Couvreur memulai catatannya, sebagaimana tertuang dalam buku Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna. La Ode Ngkada banyak mendapat dukungan dari para La Ode yang berdiam di Kota Muna. Mula-mula La Ode Bulai bertahan tapi akhirnya ia melarikan diri. Bhonto Balano ketika itu La Aka pergi kepada Sultan Buton melaporkan bahwa La Ode Bulai lari ke Buton dan menetap di kampung Lasongko, dan La Ode Ngkada hendak menangkapnya. Sultan kemudian menitip surat untuk La Ode Ngkada yang isinya menyatakan bahwa menurut Sultan tidak perlu mengejar La Ode Bulai dan mengusirnya dari Muna, karena La Ode Bulai bukan orang asing yang mengganggu, bukan orang Ternate atau pun orang Laiwoi. La Ode Ngkada menampik saran itu karena Sultan Buton dianggap tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini, sehingga surat itu dikir

Kapitalao

Istilah kapitalao pertama kali muncul di era pemerintahan Omputo Kino Wuna La Ode Saadudin, ketika ia menambah keanggotaan Syarat Muna dari 6 orang menjadi 9 orang. Salah satunya memasukkan kapitalao dalam keanggotaan. Kapitalao adalah komandan pasukan Omputo Kino Wuna, bertindak sebagai penjaga keamanan, semacam panglima. Kapitalao haruslah Kino (pemimpin kampung) Bobatu Oaluno dan 3 Kino Barata. Bobatu Oaluno adalah kino dari delapan kampung yaitu Labora, Lakologou, Tobea, Mantobua, Lagadi, Watumelaa, Lasehao, dan Kasaka. Sedangkan tiga Kino Barata adalah Kino Lohia, Lahontohe, dan Wasolangka. Salah satu dari mereka dapat dicalonkan menjadi kapitalao. Dan kapitalao dapat dicalonkan menjadi Omputo Kino Wuna. Setiap kapitalao memakai kampung asalnya dalam gelar. Maka terdapatlah Kapitalao Lohia, Kapitalao Labora, Kapitalao Lakologou, dan seterusnya. Kapitalao haruslah berasal dari golongan La Ode atau keturunan para sugi. Setiap golongan La Ode dapat menjadi kino (kepala kampung). Hany

Kendari Pernah 12 Kali Dibom Sekutu

Kendari pernah beberapa kali dibom. Bukan perang pribumi melawan penjajah. Tapi perang Jepang melawan sekutu. Jepang membawa perangnya di Kendari. Awal mula Kendari terlibat Perang Dunia II dimulai ketika Jepang mengobarkan Perang Pasifik pada 1942, salah satunya menyerang Pangkalan Udara Kendari II untuk merebutnya dari tentara Hindia Belanda. Salah satu bungker peninggalan Jepang, dilengkapi mortir, menghadap Teluk Kendari. Oleh pemerintah dijadikan cagar budaya. Pangkalan Udara Kendari II direbut dengan mudah dalam operasi 24 Januari 1942 oleh pasukan gabungan Sasebo SNLF yang dibawahi oleh Kapten Mori Kunizo, menurut Kehn Jr., 2008, dikutip buku Studi Arkeologi Historis Situs Lapangan Terbang Kendari II. Rekonstruksi Lapangan Udara Kendari II (Kendari II Airfield) sebagai Medan Pertempuran Masa Perang Dunia II . Buku ini disusun pada 2016 oleh Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Haluoleo (UHO) dan Balai Arkeologi Sulawesi Selatan Makassar. Belanda membangun Pangkalan

Daftar Raja Muna Sebelum Era Perselisihan

Setelah Titakono menjabat Omputo Kino Wuna, tidak banyak terjadi perubahan baik itu dalam penataan kampung-kampung maupun sistem pemerintahan. Sedikit perubahan terjadi di bawah pemerintahan pengganti Titakono, La Ode Saadudin, putra Rimpei Somba. Rimpei Somba adalah saudara kandung Titakono dan Lakilaponto. Di era La Ode Saadudin, anggota Syarat Muna yang jumlahnya 6 orang yaitu omputo, bhonto bhalano, dan keempat ghoerano kini ditambah dengan 3 orang lagi, yaitu seorang mintarano bhitara, dan dua kapitalao. Jadi jumlahnya 9 orang. Sistem yang diletakkan fondasinya oleh Titakono terus dipertahankan sampai suatu hari pada tahun 1910 ketika Belanda datang dan menghapus sistem ghoera menjadi distrik. Pembagian kampung masing-masing distrik pun berubah. Belanda sekaligus menghapus Syarat Muna pada tahun itu juga. Berikut ini Omputo Kino Wuna setelah La Ode Saadudin, sebelum era perselisihan-perselisihan. La Ode Kaindea, putra Titakono La Ode Tuga, putra La Ode Kaindea La Ode Huseini, kapi

Pembentukan Syarat Muna dan Sistem Sosial

Sistem pemerintahan yang diletakkan La Pusaso tidak berubah selama kekuasaan penggantinya, Rimpeisomba, saudara kandungnya sendiri. Demikian catatan Jules Couvreur dalam buku Sejarah Kebudayaan dan Kerajaan Muna. Rimpeisomba kemudian digantikan oleh putranya, Titakono menduduki tahta Kerajaan Muna. Era Titakono inilah terjadi perubahan drastis. Bhonto Balano Pertama, Titakono mengadakan jabatan menteri besar (bhonto balano) atau perdana menteri. Bhonto balano pertama ditunjuk La Marati, sepupu satu kali dari Titakono. La Marati putra Wa Ode Pogo yang merupakan saudara perempuan La Pusaso dan Murhum. Wa Ode Pogo kawin dengan La Pokainsi yang bukan keturunan sugi, sehingga anak-anak dari perkawinan ini lebih rendah tingkatnya daripada keturunan para sugi. Dari perkawinan ini keduanya dikaruniai 4 orang anak. La Malindo, Wa Daga (putri), La Ilangka, dan Wa Opa (putri). La Marati dalam sejarah bergelar Bhatano Laiworu atau "Yang Meninggal di Laiworu". Filosofi kedudukan bhonto bh

Omputo Kino Wuna

Kain kepala Lakina Muna Setelah Kota Muna selesai dibangun La Pusaso, para pemimpin liwu (kampung), yaitu kino, yang semula tinggal di tengah-tengah rakyatnya masing-masing, sekarang diwajibkan tinggal di Kota Muna. Menurut Jules Couvreur dalam buku Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna, hanya tiga kino yang tetap tinggal di luar Kota Muna, yaitu Kino Lohia, Kino Wasolangka, dan Kino Lahontohe. Masing-masing wilayah merupakan daerah pantai yang harus dijaga bila ada serangan dari luar. Pada waktu itu Lohia, Wasolangka, dan Lahontohe merupakan daerah pelabuhan di Pulau Muna. Kino Bharata Selain itu, ketiga kino mendapat tugas menagih uang bagi Omputo atas bahan penghasilan dari tanah. Karena itu tiga daerah ini disebut bharata. Kata bharata diambil dari kata bhaghata atau bhahata yang berarti budak. Digelari demikian karena pada saat dinobatkan menjadi kino, mereka harus berjanji akan membela daerah dan hak Omputo sebagaimana seorang budak menjaga milik tuannya. Wasolangka letaknya sama

Kota Muna

Sepeninggal Lakilaponto ke Pulau Buton memangku Kerajaan Wolio, tahta Kerajaan Muna dipegang saudara kandungnya, La Pusaso. Menurut Jules Couvreur dalan buku Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna, pembagunan Kota Muna oleh Lakilaponto yang terhenti dilanjutkan oleh La Pusaso. Tadinya baru fondasi keliling, La Pusaso membangun tembok melingkar serta mendirikan bangunan pemerintahan di dalamnya, sesuai visi Lakilaponto. Peta Kota Muna Kota Muna pada akhirnya merupakan sebuah kompleks yang dikelilingi tembok berbentuk lingkaran besar, semacam benteng. Tembok setinggi 4 meter dan lebar kurang lebih 3 meter melewati bukit-bukit dan lembah-lembah. Panjang keseluruhan tembok keliling kurang lebih 8.073 meter atau sekitar 8 kilometer (km). Di dalamnya ada kediaman raja, pasar sekaligus pengadilan, kediaman sejumlah pejabat yang diizinkan tinggal di dalam, dan ada tempat pelantikan. Yang menghubungkan Kota Muna dengan dunia luar hanyalah tiga gerbang. Satu gerbang menuju ke Kaura, satu lagi gerb

Pembentukan Kino

Pada era kepemimpinan Lakilaponto, suatu hari dia mempunyai ide lalu mengajak empat mino dan empat kamomula berembuk di Lambubalano. Kamokula Barangka, Kamokula Wapepi, Kamokula Tongkuno, dan Kamokula Lindo. Kemudian, Mino Kaura, Mino Lembo, Mino Kancitala, dan Mino Ondoke. Lambubalano adalah tempat munculnya Bheteno ne Tombula dari dalam bambu sehingga dianggap keramat dan dipakai untuk mengadakan rapat penting. Sidang menyepakati pembentukan kampung-kampung baru yang akan dipimpin kino dibantu seorang mino. Para kino merupakan keturunan (bhobhato) para sugi dan diberi tugas memimpin, sedangkan mino yang selain itu. Mino berkedudukan semacam tokoh masyarakat atau barangkali bisa juga disebut tetua kampung. Dibentuklah 28 kampung di luar wilayah yang dinaungi keempat mino dan keempat kamokula. Jadi, semuanya 36 kampung yang juga berarti 36 kino dan mino. Pada waktu Jules Couvreur menulis buku ini, wilayah mino sudah banyak dilupa orang. Yang masih diingat hanya para kino yang diberi ge