Aura Pena Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2023

Lakilaponto Raja di Dua Negeri

Lakilaponto adalah anak ke-8 Raja Muna Sugi Manuru. Mereka bersaudara sebanyak 14 orang, 2 di antaranya perempuan. Pada saat Sugi Manuru turun tahta, mahkota kerajaan diberikan kepada Lakilaponto. Lakilaponto di Kerajaan Muna digelar Mepokanudaghono Ghoera atau yang memimpin di dua negeri. Ia diangkat jadi Raja Muna dan kemudian menjadi raja di Kerajaan Buton. Pengangkatan Lakilaponto menjadi Raja Buton ada sejarahnya. Dipetik dari buku Sejarah Kebudayaan Kerajaan Muna; Jules Couvreur dikisahkan , pada waktu itu Buton selalu diganggu olah bajak laut bernama La Bolontio yang tinggal di Kepulauan Banggai. Ia amat ditakuti karena kuat dan ganas. Punya mata tiga. Penduduk Buton sudah putus asa dan akhirnya meminta bantuan dari semua suku di sekitarnya. Dijanjikan bilamana ada yang dapat menyelamatkan mereka dari keganasan La Bolontio serta membunuhnya, ia akan diangkat menjadi Lakina Wolio, gelar untuk Raja Buton. Berangkatlah Lakilaponto dan berhasil mengalahkan La Bolontio. Ia pun diang

Omputo

Setelah Sugi Manuru, penyematan "sugi" untuk pemimpin tidak lagi dipakai. Anaknya, Lakilaponto, penerus kepemimpinan berikut, memakai istilah berbeda. Lakilaponto, raja yang pertama bergelar "omputo" artinya "Yang Dipertuan". Lakilaponto dii Muna bernama La Tolalaka, di Buton dipanggil Murhum, di Kerjaan Laiwoi bernama Lakilaponto. Ia orang pertama yang dipilih oleh dewan, yaitu keempat kamokula dan keempat mino. Ketua dewan dari keempat kamokula dan keempat mino adalah Kamokula Tongkuno. Beberapa waktu setelah menjadi Omputo Muna, ia diangkat menjadi Lakina Wolio. Jules Couvreur, seorang Belanda, dalam penelusurannya hingga melahirkan buku "Sejarah Kebudayaan dan Kerahaan Muna" mencatat Lakilaponto juga pernah memerintah Kerajaan Laiwoi. (*) Baca Juga Sugi Omputo Kino Wuna Kapitalao

Sugi

Telah diketahui di awal, setelah kematian Bheteno ne Tombula, putranya, Kaghuabangkano menggantikan kedudukan. Mulai di era Kaghuabangkano, pemimpin digelar "sugi". Sugi berarti "tuan". Kaghuabangkano kemudian digelari Sugi Patola. Tampuk kepemimpinan setelah dia, diberikan kepada putranya, Lambano, bergelar Sugi Ambona. Kedudukannya digantikan pula oleh putranya, Sugi Patani. Setelah itu Sugi Patani diganti oleh putranya juga, Sugi La Ende. Nanti di bawah pemerintahan Sugi La Ende ini didirikan empat kampung baru lagi. Yaitu Kaura, Lembo, Kancitala, dan Ondoke. Kaura didirkan penduduk kampung Barangka, Lembo oleh penduduk kampung Wa Pepi, Kancitala oleh penduduk kampung Tongkuno, Ondoke oleh penduduk kampung Lindo. Pada keempat kampung ini ditunjuk seorang yang mengepalainya sebagai orang tua kampung, tapi tidak digelari kamokula (orang tua) melainkan mino. Para mino diambilkan dari salah satu keturunan empat kafowawe Mino Wamelai yaitu La Kaura, La Lembo, La Kanci

Fato Lindono, Tongkuno, dan Empat Kamokula

Saat bambu dibelah dan muncul lelaki yang kemudian digelar Bheteno ne Tombula, pria ini melihat keempat kafuwae Mino Wamelai sembari berucap, "kamu tanombaura-uramo, tanombalembo-lembomo, tanombatala-talamo, pedamo ndoke." Makna kata-kata ini tidak diketahui lagi. Kafuwawe adalah pembantu Mino Wamelai yang disuruh pergi mencari bambu di hutan. Begitulah keempat kafuwawe Mino Wamelai mendapatkan nama-nama mereka, berturut-turut La Kaura, La Lembo, La Kancitala, dan La Ndoke. Keturunan mereka kemudian hari disebut Fato Lindono. Selanjutnya, Bheteno ne Tombula dan Sangke Palangga dibawa ke Wamelai di mana mereka menikah dan tinggal di rumah Mino Wamelai. Dari perkawinan keduanya lahirlah tiga orang anak. Pertama, seorang pria bernama Runtu Wulau, kedua seorang putri bernama Kila Mbibito, dan ketiga seorang lelaki bernama Kaghua Bangkano. Runtu Wulau kemudian kembali ke Luwuk. Sementara Kila Mbibito menetap dan kawin dengan anak Mino Wamelai, La Singkakabu. Dan, Kaghua Bangkano j

Hotel Pertama Kendari Riwayatmu Kini

Hotel pertama di Kendari dibangun tahun 1950, era Orde Lama. Setua itu. Baru 5 tahun usia merdeka Indonesia, Nippon belum jauh. Sedini itu. Tahun 1950 Kendari mau disebut apa? Dia hanya bisa dinamakan bekas ibu kota Kerajaan Laiwoi, karena baru tahun 1952 Sulawesi Tenggara ditetapkan menjadi kabupaten dari Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara (Sulselra), dengan ibu kota Baubau. Kendari kini didefinitifkan sebagai kecamatan. Nanti tahun 1959 Kendari jadi kabupaten ketika Kabupaten Sultra mekar jadi 4 daerah otonom, yaitu Kabupaten Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Muna, dan Kabupaten Buton. Sejauh itu, Sultra masih bagian dari Provinsi Sulselra yang beribu kota di Ujung Pandang (sekarang Makassar, red). Nama hotel di papan reklame tertulis Wisma Hamdamin. "Namanya wisma, tapi untuk ukuran zaman itu Hamdamin dengan segala kemewahannya dapatlah disebut hotel," kata Surachman, putra pemilik Hotel Arnis, saat ditemui di kediamannya Februari 2023.  Wajah Hotel Hamdamin semasa jaya

Raja Muna Pertama: Bheteno ne Tombula

Dikisahkan secara turun-temurun dan diabadikan dalam buku Sejarah Kerajaan dan Kebudayaan Muna oleh Jules Couvreur, waktu kapal Sawirigadi (Sawerigading) terdampar di daratan Muna, Raja Luwuk mengutus beberapa orang pergi mencari kapal Sawirigadi.  Sebagian orang-orang itu menetap di Pulau Muna, dan merupakan penghuni pertama. Kemudian mereka mendirikan koloni yang merek namakan Wamelai. Setelah beberapa lama menetap, sebagian orang yang terdiri atas laki-laki itu kembali ke tempat asal mereka untuk mengambil istri-istri dan anak-anak mereka untuk dibawa ke Pulau Muna. Kemudian, atas musyawarah bersama ditunjuklah seorang kepala yang diberi gelar mino Wamelai. Suatu hari dibangunlah sebuah rumah besar untuk mino tersebut, akan tetapi mereka kekurangan bambu untuk membuat lantainya. Sang mino menyuruh empat pembantunya (kafowawe) pergi mencari bambu di hutan. Setelah mencari di seluruh kawasan akhirnya menemukan juga sebatang bambu besar dan tebal di suatu tempat. Ketika hendak memotong