Sketsa 80-an: Kapal Kayu Langsung ke konten utama

Sketsa 80-an: Kapal Kayu

Pelabuhan Raha dulu sentral. Titik tolak lalu lintas kapal penumpang rute Kendari-Raha-Baubau. Dan pelabuhan transit yang bergairah.

Jalur dilayani oleh kapal motor antara lain Cahaya Alam, Bawakaraeng, Imalombasi, Ilologading.

Foto KM Bawakaraeng yang sempat diabadikan seseorang

Kapal kayu, dermaganya pun masih kayu. Tahun 80-an segalanya masih sederhana. Tapi kesibukannya melampaui zamannya. Di Raha kapal dibagi, ke Kendari dan ke Baubau.

Pelabuhan sangat ramai pada malam hari. Ada penjual gogos dan telur masak, buah-buahan, kacang kulit goreng, rokok, gula-gula, kue, macam-macam.

Kacangnya digoreng pakai pasir, garing sekali.

Ke Kendari ditempuh 7 atau 8 jam. Saking lamanya, tak jarang tercipta cinta satu malam.

Tarik jangkar pukul 10.00 malam, berlabuh di Kendari subuh pukul 05.00.

Beberapa orang memilih tidur-tiduran dulu di kapal, terang matahari baru turun. Lainnya langsung beranjak walau dunia masih gelap.

Ada yang ke Kendari hanya turun belanja barang, kemudian balik lagi ke Raha atau Baubau hari itu juga. Pusat pertokoan waktu itu masih di sekitar pelabuhan Kendari. Tinggal jalan kaki.

Kapal kembali ke Raha pukul 01.00 siang, tiba pukul 08.00 malam. Selanjutnya pukul 12.00 tengah malam sebentar dia ke Baubau. Pukul 04.00 subuh sandar.

Dengan demikian, penumpang dari Kendari tujuan Baubau akan transit di Raha selama kurang lebih 4 jam. Cukup lama untuk sekadar turun makan dan pesiar keliling kota, bahkan masih sempat nonton di bioskop. Pusat pertokoan di Raha juga tidak jauh dari pelabuhan. Bioskop berdiri di pusat pertokoan itu.

Di dermaga Raha sudah standby kapal lain yang siap berangkat ke Kendari pukul 10.00 malam. Kapal ini ada sejak pukul 5.00 sore tiba dari Baubau.

Penumpang Baubau yang hendak ke Kendari mau tidak mau mesti menunggu di Raha kurang lebih 5 jam. Selama itu sudah barang tentu ada perputaran uang, minimal di area pelabuhan.

Pelabuhan Raha mulai sibuk pukul 5.00 sore, baru berakhir pukul 12.00 malam. Mengurus dua kedatangan dan dua keberangkatan dalam satu malam.

Kendari ukuran waktu itu rasanya sudah sangat jauh sekali. Ke Kendari sudah dikategorikan pergi merantau. Maka ada orang tua kadang membuatkan anaknya bekal, berupa ketupat dan telur rebus.

Orang kapal sambil menunggu jam berangkat mereka suka memutar kaset dari album Teluk Bayur The Muppets. Atau lagu "Di Batas Kota Ini" punya Tomy J Pisa. Pokoknya lagu-lagu bernada perpisahan, penantian, dan ajakan pulang.

Kaset diputar di tape recorder lalu dilempar suaranya ke luar melalui toa.

Untunglah, kebahagiaan tidak dibatasi oleh kesederhanaan. Dan bahagia yang sederhana itu selalu syahdu.

Meleleh juga air mata kalau kapal berangkat.

Namun romantisme akan segera dilupakan dalam beberapa jam ke depan.

Perjalanan Raha-Kendari masa itu bukan sekadar perpisahan biasa. Sewaktu-waktu bisa jadi perpisahan abadi, bila merasakan horor ombak Pulau Cempedak di persimpangan Selat Buton dan Laut Banda.

Kalau lagi ganas-ganasnya ombak musim Timur, orang muntah bersahut-sahutan, ada yang sampai muntah kuning karena tidak ada lagi yang bisa dikeluarkan dari isi perut.

Body kapal itu sudah berderit-derit seakan hendak lepas sambungan-sambungannya. Tempias ombak masuk ke mana-mana. 

Di tengah lautan, pada tengah malam buta, bunyi gelombang laut pecah di haluan bersaing dengan gemuruh zikir diselingi pekik takbir. Seakan-akan kematian sudah di ambang mata.

Namun ada juga yang tetap tenang, kerjanya buang telur rebus dan ketupat ke laut, sambil komat kamit.

Ini berkaitan dengan kepercayaan kuno mengenai makhluk raksasa penguasa laut.

Kapal tenggelam atau orang tenggelam di laut diyakini karena ditarik Embu.

Gambaran Embu di Muna sama dengan makhluk yang disebut Kraken di Eropa, sebagaimana sosok dalam film-film populer antara lain Pirates of the Caribbean. Gurita raksasa.

Membuang telur dan ketupat menjadi semacam sesajen agar Embu tidak mengganggu kapal dan seisinya.

Entah karena di atas kapal ada yang salah omong atau melanggar pantangan di laut, sesuatu yang membuat Embu murka, maka laut ikut bergolak. Kepercayaan tradisional menganggap laut punya banyak pemali.

Untuk mencegah akibat dari salah omong selama berada di laut, dulu ada mantra yang berbunyi seperti ini, biasanya disusulkan di akhir kalimat:

"Jangan salah omong, jangan salah bicaraku". (*)

Bersambung ke edisi Karanu

Sebelumnya:

Kota Jati
PHB
Cinta Monyet
Raha Sekilas 80-an


Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 Cara ke Wakatobi

Wakatobi terletak di segitiga terumbu karang dunia, sehingga memiliki kekayaan hayati yang sangat tinggi. Keindahan bawah laut Wakatobi membuat dia dijadikan Taman Nasional Wakatobi pada 1996 oleh pemerintah Indonesia. Wakatobi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dia merupakan gugusan pulau dengan pulau utama Wanci, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Nama Wakatobi diambil dari akronim keempat pulau. Menurut situs Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI, Taman Nasional Wakatobi merupakan salah satu dari 50 taman nasional di Indonesia, dengan total area seluas 1,39 juta hektare, menyangkut keanekaragaman hayati laut, skala dan kondisi karang yang menempati salah satu posisi prioritas tertinggi dari konservasi laut di Indonesia. Kedalaman air di taman nasional ini bervariasi, bagian terdalam mencapai 1.044 meter di bawah permukaan air laut. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sultra, Wakatobi terdiri atas 8 kecamatan, memiliki 142 pulau s

Nandooto, Gunung Tertinggi Kedua di Sultra Ditaklukkan Agustus 2023

Gunung Nandooto atau Osu Nandooto merupakan puncak gunung tertinggi kedua di Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan ketinggian 2.421 meter di atas permukaan laut (Mdpl), berada di hamparan Pegunungan Tangkelemboke Kabupaten Konawe. Adapun puncak gunung tertinggi pertama di Sultra adalah Gunung Mekongga yang terletak di Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) dengan ketinggian 2.640 Mdpl. Pegunungan Tangkelemboke berdiri memanjang dari bagian barat hingga ke timur dan utara, masuk di wilayah administratif Kabupaten Konawe dan Konawe Utara (Konut) serta Kolaka Timur (Koltim).  Butuh 8 Hari untuk Sampai di Puncak Tim ekspedisi dan eksporasi Mahacala UHO Kendari menaklukkan puncak Gunung Nandooto di Pegunungan Tangkelemboke Konawe, gunung tertinggi kedua di Sulawesi Tenggara . Tim Ekspedisi dan Eksplorasi Mahasiswa Pecinta Alam (Mahacala) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari berhasil menaklukkan puncak tertinggi Pegunungan Tangkelemboke, Osu Nandooto, pada 29 Agustus 2023. Untuk sampai ke puncak dibutuhk

Tempat Keramaian Kendari, Wisata Malam Ruang Terbuka

Kota Kendari punya beberapa pilihan tempat kongko di ruang terbuka, tempat orang membentuk keramaian umum. Beberapa di antaranya menjadi tempat wisata malam pelepas penat, mengendurkan urat syaraf, menurunkan ketegangan setelah seharian sibuk beraktivitas.  Kendari, daerah yang perkembangan kotanya melingkari Teluk Kendari, tidak heran kebanyakan wisata kuliner, hotel, dan spot foto hits dibangun di tepi teluk, menjual view teluk dan dua landmark Kendari yang ikonik, Jembatan Teluk Kendari dan masjid terapung Al Alam. Berikut ini pilihan wisata malam ruang terbuka dan tempat-tempat keramaian yang populer.  1. Kendari Beach Kendari Beach dengan latar Teluk Kendari dan Masjid Al Alam di kejauhan Ada sepenggal jalan bypass di Kemaraya, jalur sepanjang Taman Teratai sampai Meohai Park, sebuah taman yang diapit Jln Ir H Alala dan Jln Sultan Hasanuddin, tempat keramaian pertama di Kendari sejak 80-an dan masih eksis sampai hari ini sebagai tempat favorit nongkrong. Panjangnya hanya kurang le