Ada dua versi asal muasal Pulau Muna menurut cerita turun temurun. Salah satunya cerita ini:
Dahulu kala tempat ini semuanya masih digenangi air, pada suatu hari berlayarlah di laut sebuah perahu di dalamnya berada seorang lelaki bernama Sawirigadi (Sawerigading).
Perahu tersebut terbentur pada ujung batu karang di bawah permukaan air lalu terdampar. Sawirigadi adalah putra Raja Luwu, dan ia dilahirkan ibunya bersama dengan seekor ayam kuning sehingga dianggap mulia.
Karena terbenturnya perahu tersebut pada ujung batu karang di bawah permukaan air maka dengan tiba-tiba muncullah daratan besar dari permukaan laut, yaitu Pulau Muna sekarang ini.
Setelah terdampar perahunya, berjalan-jalanlah Sawirigadi di atas daratan yang baru muncul itu.
Cerita ini diabadikan dalam buku Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna, dari catatan harian J.Couvreur saat menjadi kontrolir Belanda di Muna pada tahun 1933 sampai 1935. Semacam bupati sekarang ini.
Catatan harian itu ditemukan tersimpan di perpustakaan KITL V di Leiden, negeri Belanda. Judul aslinya "Etnografisch Overzicht van Moena" atau Ikhtisar Etnografis mengenai Muna. Kemudian disusun kembali oleh Rene van Den Berg, pakar linguistik asal Belanda yang banyak membuat penelitian di Muna.
Jules Couvreur lahir 1900 di negeri Belanda, di Desa Goudswaard, provinis Belanda Selatan.
Saat Jules Couvreur bertugas di Muna, raja ketika itu adalah La Ode Dika bergelar Komasigino.
Penelitian Modern
Karang di tepi pantai. |
Ilmu pengetahuan modern melalui berbagai hasil penelitian mengonfirmasi kebenaran kandungan ceritra rakyat di atas. Dari situs Kementerian ESDM RI, esdm.go.id, dipaparkan dalam artikel yang diunggah pada 21 Agustus 2009 bahwa Pulau Muna yang terletak di Provinsi Sulawesi Tenggara hampir seluruhnya tersusun oleh batu gamping berumur Pleistosen, sekitar 1,8 juta tahun yang lalu.
Pleistosen adalah suatu kala dalam skala waktu geologi yang berlangsung antara 2.588.000 hingga 11.500 tahun yang lalu.
Batu gamping ini diperkirakan dari Formasi Wapulaka. Batu gamping ini merupakan terumbu karang yang sebelumnya terendam kemudian terangkat dan mengeras, membentuk kawasan kars yang luas.
"Demikian dipaparkan dalam Panel Monitor Kars Indonesia yang terdapat dalam Museum Kars di Desa Gebangharjo Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah," tulis situs tersebut.
Formasi Wapulaka terdiri dari batu gamping terumbu yang dicirikan dengan bentukan teras-teras karst dari hasil pengangkatan pada blok sesar yang diendapkan pada lingkungan pengendapan laut dangkal, neritik dalam, dan terumbu atau dekat terumbu. (*)
Komentar
Posting Komentar