Aura Pena Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Lepas Tangan

Manusia hakikinya tidak punya kemampuan bahkan untuk mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri. Seringkali kita menganggap melakukan sesuatu yang kita pikir memuarakan kebaikan bagi diri, misal, kita ke pasar mengincar sayur bayam yang secara literer kaya vitamin dan zat besinya tinggi, tentu baik bagi tubuh. Tapi setelah makan, kaki bengkak, asam urat detected. Ternyata apa yang menurut kita baik belum tentu baik. Lain waktu apa yang kita anggap buruk, rupanya baik. Setelah memahami situasinya, maka apabila kita mendapat suatu kebaikan, jelas sekarang tidak ada peran kita di situ. Ada invisible hand yang menuntun kita pada kebaikan itu. Tuhan. Tapi bila kita mendapat keburukan, itu pasti berasal dari kelemahan diri. Bawaan manusia memang selalu salah dan merusak.  Inilah yang dikhawatirkan malaikat ketika manusia pertama hendak dicipta Tuhan untuk dijadikan khalifah di bumi, "Hanya akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah." Abu Lahab masih hidup--10 tahun lagi baru menin

3 Derita 1 Luka

Mineral tambang selalu ada di bawah hutan dan pertanian. Menjadi pemerintah, pikirkanlah bagaimana mineral dapat banyak tanpa kehilangan banyak hutan dan pertanian. Dua pihak sama-sama hidup. Rakyat tidak hilang tanah dan sumber penghidupannya, negara tidak kehilangan investor. Bukannya saling meniadakan.  Jangan sampai rakyat dibenturkan dengan investor.  Rakyat sudah pasti di pihak yang berdarah-darah. Karena investor punya uang bisa suap pejabat, beli aturan, sewa aparat. Rakyat hanya punya suara dan air mata. Itu pun kebebasan bersuara sudah dikekang. Tinggal kebebasan menangis yang belum. Tapi karena kebebasan bersuara dikekang, maka menangisnya pun mesti tanpa suara. Belum lagi bencananya. Tiada lain rakyatlah yang pasti menerima dampaknya, karena investor tidak tinggal di situ. Pemerintah paling kasih bansos, itu pun sebagian besar diambil sendiri dalam bentuk korupsi. Kalau pun investor dan rakyat terpaksa berbenturan, jangan juga pemerintah ikut mengeroyok rakyat. Rakyat mende

Cara Menyikapi Kezaliman

Aku akan membagi pengalaman dari membaca penggalan surat Asy-Syura, ayat 39 sampai 43.  Membaca ini kita seakan-akan berdialog langsung dengan Allah. Dia membuat ayat kedua merupakan jawaban atas pertanyaan yang muncul di pikiran kita setelah membaca ayat sebelumnya. Begitu seterusnya sampai bahasan ini simpul. Keren. Di surat ini Allah menuntun bagaimana muslim mesti bersikap terhadap kezaliman. Sebelum sampai di Asy-Syura 39, Allah memberi penjelasan di atasnya tentang siapa orang yang akan mendapatkan kenikmatan di sisi Allah. Salah satunya adalah:  Asy-Syura: 39 "...Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri." (Ayat ini menganjurkan muslim harus membela diri apabila mendapat perlakuan zalim. Jangan diam. Bagaimana bentuk pembelaan diri yang dimaksud?) Asy-Syura: 40 "Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya d

Pelacur

Pelacur asal katanya lacur. Oleh KBBI, lacur didefinisikan dengan malang, celaka, sial. Juga bisa diartikan buruk laku.  Pelacur dalam hal ini orang yang berbuat malang, yang berbuat celaka, yang berbuat sial. Juga bisa diartikan orang yang buruk laku. Leluhur kita memilihkan kata ini untuk menyebut perempuan yang menjajakan dirinya pada lelaki hidung belang.  Semua arti pelacur di atas tidak ada sama sekali yang berasosiasi dengan hal-hal seputar birahi, selangkangan. Tidak juga tentang uang. Cara leluhur bangsa ini memberi nama sesuatu mencerminkan kehalusan perasaan dan ketinggian budi bahasa. Mereka mempertimbangkan sentuhan kata di jiwa. Meskipun perilaku itu sangat dibenci, dikutuk oleh masyarakat umum pada masa itu karena menyimpang dari norma yang berlaku, leluhur kita tidak memberinya nama yang menuding langsung, tidak pula memberi cap dengan penuh nafsu melalui kata-kata kasar dan menistakan, melainkan mencari eufemismenya: Pelacur. Justru menjadi kasar sebenarnya ketika meng

AGAR Beribadah, Bukan UNTUK Beribadah

Dari perspektif jurnalistik, beruntunglah jin dan manusia karena Allah menetapkan bahwa Dia menciptakan jin dan manusia "Agar Beribadah", bukan "Untuk Beribadah" kepada-Nya. “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan AGAR mereka beribadah kepada-Ku," kata Allah dalam Adz-Zariyat 56. Menggunakan pilihan kata "agar" bukan "untuk". Kalau pakai kata "untuk", itu berarti jin dan manusia dicipta untuk tiada lain perbuatan sepanjang hidupnya kecuali ibadah. Yang lain menjadi pantang. Ibadah toh. Filosofi kata "untuk" adalah menjadikan sesuatu yang ditunjuknya bersifat utama dan semata-semata. Penghakimannya sudah pasti langsung, tidak pakai nanti di akhirat kelak. Karena ibadah di sini adalah tujuan. Misal, lagi asik-asik tidur tiba-tiba diguyur cairan besi mendidih. Oh rupanya lewat waktu subuh. Lagi nikmat-nikmatnya zikir di sepertiga malam, tiba-tiba ada setrika panas melekat di punggung; ada apa lagi ini? Ternyata a