Aura Pena Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Ibu

Ibu pada saat kita sakit, dia jadinya yang gawat. Padahal kadang kita hanya selesma, tapi gegernya serumah. Dia ingin sekali kalau bisa sakit itu pindah ke dia saja. Itu ibu, bagaimana Tuhan? Tidak mungkin ibu lebih penyayang kepada kita daripada Tuhan. Ibu hanya manusia, tapi Tuhan, kita adalah mahakarya-Nya sendiri. Ibu bila kita meminta sesuatu, bergetar sendi-sendinya ingin segera memenuhi. Kalau uang tak ada, diupayakannya sampai dapat walau mengutang atau menjual barang berharga. Itu ibu, bagaimana Tuhan? Tidak mungkin ibu lebih peduli kita daripada Tuhan. Ibu hanya manusia, tapi Tuhan, kita adalah mahakarya-Nya sendiri. Begitulah orangtua, hanya dia dengan Tuhan yang menyayangi kita tanpa pamrih. Tulus dan murni. Tapi bila dia tua, ada anak yang membawanya ke panti jompo.  Andaikata ibu tahu kelak kejadiannya akan seperti ini, mungkin setelah lepas tetek sang anak diantarnya ke panti asuhan. Tapi waktu tidak bisa diputar ke belakang. Dan kini dia sudah rapuh, di keadaan sangat b

Ketika Bayi Dilahirkan

  Ketika bayi dilahirkan..... "Sedang diapakankah saya," pikir bayi itu. "Mengapa saya tidak nyaman lagi. Siapa yang melakukan ini kepadaku. Apa yang sebenarnya terjadi?"  Dan dia pun menangis. Tangis pertama dalam hidupnya. Sejak itu, setiap kali dia merasa tidak nyaman, dia pikir sedang disakiti. Dia belum tahu apa itu sakit. Karena dia sebelumnya baik-baik saja. Bermain, tidur dalam buaian yang hangat dan nyaman, mengisap jempol, bermimpi. Tubuhnya mencukupi kebutuhannya sendiri. Dia tidak pernah mengalami lapar dan haus. Semua terpenuhi secara otomatis di dalam dirinya sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Dia bahkan tidak perlu memikirkannya. Jadi, ketika sesuatu yang tidak mengenakan terjadi pada dirinya, apakah itu lapar atau dingin, dia pikir sedang disakiti lagi. Dia pun menangis lagi. Bayi ketika muncul ke dunia merasakan kesakitan dan penderitaan yang hebat.  Dia berasal dari tempat nol gravitasi, dalam cairan yang hangat dan stabil.  Tiba-tiba dia m

Embun Pagi

Subuh tidak sehening kelihatannya. Ada kesibukan dalam diam. Sebuah operasi senyap. Yang terdengar lapat-lapat hanya titik-titik embun yang jatuh dari daun ke daun lalu ke tanah. Jika suara subuh diperbesar, ia tidak kalah berlagu dari philharmonic orchestra. Subuh dengan halimunnya, bergiat mempersiapkan segala sesuatu menyambut kedatangan mentari di ufuk timur.  Mereka mulai bekerja ketika orang masuk ke peraduan. Halimun menyelimuti udara, mengikat debu polutan, lalu meluruhkannya ke bumi bersama embun pagi.  Biar udara bersih dan kau lihat daun-daun hijau berseri, sejuk dipandang mata.  Dan bila fajar menyingsing, alam tampak cemerlang, mereka pun menghilang. Tiada pujian, tak juga tepuk tangan. (*)