Rencana Dua Alam di Teluk Kendari Langsung ke konten utama

Rencana Dua Alam di Teluk Kendari

Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam mempunyai rencana besar di Teluk Kendari, megaproyek jembatan layang Bahteramas.

Tapi, alam lingkungan juga mempunyai rencananya sendiri di sana, jembatan Delta 32

Ada yang lupa dihitung oleh gubernur ketika menggagas jembatan penghubung dua sisi yang saling berhadap-hadapan, melintas di atas teluk. Yaitu tentang apa yang sedang terjadi di bawah permukaan laut Teluk Kendari.

Pakar ekologi Universitas Haluoleo, Dr Ir La Ode Alwi MSi mengungkapkan hasil penelitiannya, kedalaman awal teluk mencapai 23 meter. Kini, titik terdalam hanya 6,5 meter. Ketebalan sedimen kurang lebih 16,5 meter.

“Kalau tidak ada perlakuan terhadap teluk, maksud saya kalau dibiarkan begitu saja tidak dikeruk, saya prediksi tahun 2020 Teluk Kendari sudah menjadi daratan,” kata La Ode Alwi, saat disambangi wartawan koran ini di kediamannya pada 9 September 2013.

La Ode Alwi tidak tidak sendirian dalam hal ini. Laporan Balai Penelitian Daerah Aliran Sungai (BP-DAS) Sampara Provinsi Sultra yang dikeluarkan pada tahun 2000, mendapati sedimentasi selama kurun 13 tahun terakhir telah menyusutkan teluk menjadi 1.084 hektare.

Luas teluk di masa lalu mengarsir area kurang lebih 1.500 hektare. Data Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Unhalu pada tahun 2010 mencatat, sedimentasi menyumbang 1.330.281 atau kurang lebih 1,3 juta meterkubik per tahun.

Sumbangan sedimen menyebabkan laju pendangkalan setebal 20 sentimeter per tahun. Bila akumulasi sedimen dianggap selalu sama, tidak bertambah dari tahun ke tahun, itu berarti setiap lima tahun teluk bertambah dangkal satu meter.

Dalam perspektif 10 tahun terhitung sejak hasil penelitian itu diumumkan, kontur kedalaman 1-3 meter yang mencakup area seluas 923 hektare diyakini bakal berubah mejadi daratan. Pada saat itu, area yang terendam air tinggal 161 hektare.

Pemkot Kendari pada 2009 sempat mengucurkan proyek miliaran rupiah untuk pengerukan teluk.

Di atas kertas, teknologi akan didatangkan dari Jepang. Dalam benak publik, terbayang kapal raksasa dengan tangan-tangan robot beraksi di Teluk Kendari.

Kenyataannya, mesin rakitan ala Pemkot Kendari. Lebih mirip mesin mendulang pasir. Kekuatan mesin 8 meterkubik per jam, sementara kecepatan sedimentasi 171 meterkubik per jam.

Di samping itu, sebuah ironi bahwa akar penyebab erosi yang melahirkan sedimentasi tidak disentuh sama sekali.

Ini seperti mengobati flu dengan inhaler, hanya membuat lega pernapasan tetapi tidak mengatasi influensanya.

Sedimen disumbang 32 sungai besar dan kecil yang bermuara di teluk. Jika ditarik ke belakang, sebagian besar hulu sungai berdiam di Kabupaten Konawe dan Konawe Selatan (Konsel).

“Karena lintas daerah, masalah ini tidak bisa dibebankan pada Wali Kota Kendari seorang diri. Dibutuhkan kepedulian seorang gubernur untuk memimpin penanganan masalah ini. Mungkin dalam bentuk melahirkan surat keputusan (SK) bersama tiga kepala daerah,” saran La Ode Alwi.

Gagasa membangun jembatan teluk dicetuskan Nur Alam awal berkuasa tahun 2008. Titian menghubungkan menghubungkan dua kecamatan: Kota Tua di Kecamatan Kendari dan Lapulu di Kecamatan Abeli.

Untuk mewujudkan obsesinya, Nur Alam berhasil meyakinkan Jakarta untuk melakukan kerja sama government to government (G to G) agar mengemis Rp 800 miliar bantuan Cina dalam bentuk hibah, demi membiayai megaproyek ini.

Konon, tujuan jembatan Bahteramas untuk memangkas jarak dan waktu bila dibandingkan dengan melalui jalur lingkar mengitari teluk.

Harapannya sangat mulia, agar arus ekonomi antar dua kecamatan menjadi lancar sehingga tercipta pemerataan kesejahteraan. Syukur-syukur menjadi kecamatan yang dapat berbicara dalam kancah ekonomi global.

Sampai habis periode pertama sang gubernur, baru beberapa tiang pancang yang terwujud.

Awal September 2013, setelah memastikan kembali duduk di kursi 01-Sultra, Nur Alam memperbarui rencananya. Proyek akan kembali dikerjakan Februari 2014 dengan sumber anggaran dipetik dari APBD Sultra.

Satu paket dengan jembatan layang, Nur Alam juga mencanangkan pembangunan masjid terapung di Teluk Kendari, Masjid Al Alam.

Sementara itu, di bawah permukaan teluk juga sedang terjadi kegiatan yang tak kalah sibuk. Mahakarya “Delta 32 Teluk Kendari” sedang dipersiapkan oleh alam.

Jembatan Delta 32 adalah daratan yang bakal tercipta dari sedimentasi 32 sungai yang bermuara di teluk. Delta 32 diproyeksi kelar tahun 2020, tersisa tujuh tahun dari sekarang.

Khawatirnya, alam lebih cepat dari Nur Alam.

Sama sekali tidak lucu bila jembatan Bahteramas belum selesai dibangun, tetapi di bawah jembatan mobil dan motor sudah ramai bolak-balik ke seberang. Ada yang main bola, ada yang ukur BTN, ada yang meletakkan batu pertama ruko, macam-macam.

Dan, masjid terapung Al Alam pada akhirnya harus disebut masjid panggung Al Alam. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sketsa 80-an: Kapal Kayu

Pelabuhan Raha dulu sentral. Titik tolak lalu lintas kapal penumpang rute Kendari-Raha-Baubau. Dan pelabuhan transit yang bergairah. Jalur dilayani oleh kapal motor antara lain Cahaya Alam, Bawakaraeng, Imalombasi, Ilologading. Foto KM Bawakaraeng yang sempat diabadikan seseorang Kapal kayu, dermaganya pun masih kayu. Tahun 80-an segalanya masih sederhana. Tapi kesibukannya melampaui zamannya. Di Raha kapal dibagi, ke Kendari dan ke Baubau. Pelabuhan sangat ramai pada malam hari. Ada penjual gogos dan telur masak, buah-buahan, kacang kulit goreng, rokok, gula-gula, kue, macam-macam. Kacangnya digoreng pakai pasir, garing sekali. Ke Kendari ditempuh 7 atau 8 jam. Saking lamanya, tak jarang tercipta cinta satu malam. Tarik jangkar pukul 10.00 malam, berlabuh di Kendari subuh pukul 05.00. Beberapa orang memilih tidur-tiduran dulu di kapal, terang matahari baru turun. Lainnya langsung beranjak walau dunia masih gelap. Ada yang ke Kendari hanya turun belanja barang, kemudian balik lagi ke R

4 Cara ke Wakatobi

Wakatobi terletak di segitiga terumbu karang dunia, sehingga memiliki kekayaan hayati yang sangat tinggi. Keindahan bawah laut Wakatobi membuat dia dijadikan Taman Nasional Wakatobi pada 1996 oleh pemerintah Indonesia. Wakatobi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dia merupakan gugusan pulau dengan pulau utama Wanci, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Nama Wakatobi diambil dari akronim keempat pulau. Menurut situs Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI, Taman Nasional Wakatobi merupakan salah satu dari 50 taman nasional di Indonesia, dengan total area seluas 1,39 juta hektare, menyangkut keanekaragaman hayati laut, skala dan kondisi karang yang menempati salah satu posisi prioritas tertinggi dari konservasi laut di Indonesia. Kedalaman air di taman nasional ini bervariasi, bagian terdalam mencapai 1.044 meter di bawah permukaan air laut. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sultra, Wakatobi terdiri atas 8 kecamatan, memiliki 142 pulau s

Nandooto, Gunung Tertinggi Kedua di Sultra Ditaklukkan Agustus 2023

Gunung Nandooto atau Osu Nandooto merupakan puncak gunung tertinggi kedua di Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan ketinggian 2.421 meter di atas permukaan laut (Mdpl), berada di hamparan Pegunungan Tangkelemboke Kabupaten Konawe. Adapun puncak gunung tertinggi pertama di Sultra adalah Gunung Mekongga yang terletak di Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) dengan ketinggian 2.640 Mdpl. Pegunungan Tangkelemboke berdiri memanjang dari bagian barat hingga ke timur dan utara, masuk di wilayah administratif Kabupaten Konawe dan Konawe Utara (Konut) serta Kolaka Timur (Koltim).  Butuh 8 Hari untuk Sampai di Puncak Tim ekspedisi dan eksporasi Mahacala UHO Kendari menaklukkan puncak Gunung Nandooto di Pegunungan Tangkelemboke Konawe, gunung tertinggi kedua di Sulawesi Tenggara . Tim Ekspedisi dan Eksplorasi Mahasiswa Pecinta Alam (Mahacala) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari berhasil menaklukkan puncak tertinggi Pegunungan Tangkelemboke, Osu Nandooto, pada 29 Agustus 2023. Untuk sampai ke puncak dibutuhk