Turis Lokal dan Payung Rusak Langsung ke konten utama

Turis Lokal dan Payung Rusak

Seorang teman, Maturidi, wartawan Kaltim Pos, menyimpulkan di Bali biarpun bawa uang banyak, turis lokal banyak tetap saja tidak akan ditoleh. 

"Kita sudah kalah sejak awal sama bule, kita kalah di imej," katanya.

Berdua Maturidi main di Pantai Sanur

Ia mendapatkan kalimat itu waktu keluar hotel. Kebetulan hujan sedang gerimis, satpam hotel dengan sigap menawarkan payung untuk bule yang keluar. Giliran Maturidi lewat, ia dibiarkan begitu saja, ditoleh pun tidak.

Atas nama keadilan Maturidi mencoba meminta satu. Satpam memberinya sebuah, itupun dengan kata pengantar yang panjang. 

"Sudah habis mas. Masih ada satu, ini yang terakhir, tapi sudah rusak. Mau?"

Erwan (sebelah kanan) menghirup segarnya angin laut Nusa Penida

Dengan payung rusak, malam itu, saya, Maturidi, Erwan (Riau Pos) dan Rihard (Tribun Pontianak) memaksakan diri ke Kute. Besoknya adalah hari terakhir pelatihan untuk jurnalis tentang Redd Plus and Peran Lahan Basah yang diadakan Cifor, bekerja sama dengan SIEJ dan Internews.

Rihard (jok belakang,kanan) waktu siap-siap ke Jungut Batu, Nusa Penida, untuk mangrove tour.

Selama tiga hari sejak 9-11 April 2011, wartawan dari berbagai media baik nasional maupun lokal diinapkan di Mercure Resort, Sanur, Denpasar. Beberapa ada yang pulang Senin (11/4/11) dan ada lagi yang pulang Selasa (12/4/11).

Igg Maha Adi, Ketua SIEJ (Society fo Indonesian Environmental Juournalist)
Jeff Hudson, dari Internews
Peneliti US Forestry Service, Matthew Warren
Peneliti senior Cifor, Louis Verchot

Mumpung ada di Bali, rugi kalau tidak injak Kute. Tapi kami lebih dahulu mencoba pusat perbelanjaan oleh-oleh Bali di Krisna. Orang Krisna bilang dari situ Kute sudah tidak jauh, belok kiri, jalan sedikit, sampailah. Sambil pikul belanjaan kita jalan.


Berjam-jam setelah itu, Kute tak kunjung dapat. Keringat sudah seluruh tubuh, aroma Kute tak jua tercium. Rupanya kami salah jalan, dan itu kira-kira lima kilometer sebelum akhirnya ketemu Kute. Tapi semua sudah terlalu lelah untuk menikmati pantai Kute.

Dan terlampau dinihari untuk nongkrong di pantai yang sudah sunyi senyap itu. Pas tiba, langsung setop taxi dan pulang kembali ke Sanur dengan betis pegal-pegal nafas tersengal-sengal. Pegal-pegal itu kemudian dijadikan alasan lihat-lihat panti pijat. Hanya lihat.

Itu hari yang benar-benar melelahkan. Karena siang harinya kami menjalani field trip di Nusa Penida bersama ilmuwan kehutanan Amerika dan Jerman. Menyeberang laut, diguncang ombak samudera Hindia selama setengah jam di sepeed boat, untuk sampai di Nusa Penida.

Meninjau pembudidayaan rumput laut dan konservasi hutan mangrove, di dua desa, Lembongan dan Tunjung Batu. Semua hal yang berkaitan dengan penanganan emisi karbon. Field Trip diakhiri dengan mangrove tour.

Sanur adalah kebalikan dari Kute. Pantai Sanur dikenal sebagai Sunrise beach (pantai matahari terbit) sementara Pantai Kuta terkenal dengan pantai matahari terbenam (Sunset Beach). Ombak di pantai Sanur juga relatif lebih tenang. Oleh karena kondisinya yang ramah, lokasi selam ini dapat digunakan oleh para penyelam dari semua tingkatan keahlian. Cocok untuk ajang rekreasi pantai anak-anak.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sketsa 80-an: Kapal Kayu

Pelabuhan Raha dulu sentral. Titik tolak lalu lintas kapal penumpang rute Kendari-Raha-Baubau. Dan pelabuhan transit yang bergairah. Jalur dilayani oleh kapal motor antara lain Cahaya Alam, Bawakaraeng, Imalombasi, Ilologading. Foto KM Bawakaraeng yang sempat diabadikan seseorang Kapal kayu, dermaganya pun masih kayu. Tahun 80-an segalanya masih sederhana. Tapi kesibukannya melampaui zamannya. Di Raha kapal dibagi, ke Kendari dan ke Baubau. Pelabuhan sangat ramai pada malam hari. Ada penjual gogos dan telur masak, buah-buahan, kacang kulit goreng, rokok, gula-gula, kue, macam-macam. Kacangnya digoreng pakai pasir, garing sekali. Ke Kendari ditempuh 7 atau 8 jam. Saking lamanya, tak jarang tercipta cinta satu malam. Tarik jangkar pukul 10.00 malam, berlabuh di Kendari subuh pukul 05.00. Beberapa orang memilih tidur-tiduran dulu di kapal, terang matahari baru turun. Lainnya langsung beranjak walau dunia masih gelap. Ada yang ke Kendari hanya turun belanja barang, kemudian balik lagi ke R

4 Cara ke Wakatobi

Wakatobi terletak di segitiga terumbu karang dunia, sehingga memiliki kekayaan hayati yang sangat tinggi. Keindahan bawah laut Wakatobi membuat dia dijadikan Taman Nasional Wakatobi pada 1996 oleh pemerintah Indonesia. Wakatobi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dia merupakan gugusan pulau dengan pulau utama Wanci, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Nama Wakatobi diambil dari akronim keempat pulau. Menurut situs Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI, Taman Nasional Wakatobi merupakan salah satu dari 50 taman nasional di Indonesia, dengan total area seluas 1,39 juta hektare, menyangkut keanekaragaman hayati laut, skala dan kondisi karang yang menempati salah satu posisi prioritas tertinggi dari konservasi laut di Indonesia. Kedalaman air di taman nasional ini bervariasi, bagian terdalam mencapai 1.044 meter di bawah permukaan air laut. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sultra, Wakatobi terdiri atas 8 kecamatan, memiliki 142 pulau s

Nandooto, Gunung Tertinggi Kedua di Sultra Ditaklukkan Agustus 2023

Gunung Nandooto atau Osu Nandooto merupakan puncak gunung tertinggi kedua di Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan ketinggian 2.421 meter di atas permukaan laut (Mdpl), berada di hamparan Pegunungan Tangkelemboke Kabupaten Konawe. Adapun puncak gunung tertinggi pertama di Sultra adalah Gunung Mekongga yang terletak di Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) dengan ketinggian 2.640 Mdpl. Pegunungan Tangkelemboke berdiri memanjang dari bagian barat hingga ke timur dan utara, masuk di wilayah administratif Kabupaten Konawe dan Konawe Utara (Konut) serta Kolaka Timur (Koltim).  Butuh 8 Hari untuk Sampai di Puncak Tim ekspedisi dan eksporasi Mahacala UHO Kendari menaklukkan puncak Gunung Nandooto di Pegunungan Tangkelemboke Konawe, gunung tertinggi kedua di Sulawesi Tenggara . Tim Ekspedisi dan Eksplorasi Mahasiswa Pecinta Alam (Mahacala) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari berhasil menaklukkan puncak tertinggi Pegunungan Tangkelemboke, Osu Nandooto, pada 29 Agustus 2023. Untuk sampai ke puncak dibutuhk