Panti Jalanan Itu Bernama Mandonga Langsung ke konten utama

Panti Jalanan Itu Bernama Mandonga

Panti jalanan itu bernama Mandonga. Dari Baubau, Wakatobi, dari mana saja daerah di Sultra, anak-anak kecil yang terbuang dari keluarganya atau melarikan diri dari kekejaman orang tuanya, entah bagaimana, terkumpul di bundaran Mandonga.

Bertahun-tahun lalu sejak menjadi pasar sentral yang ramai tahun 1990-an, Mandonga hingga hari ini Oktober 2010 tetap bertahan menjadi pusat keramaian.

Dan malam hari, meski banyak daerah baru yang tumbuh menjadi pusat pertokoan semisal Wuawua, tidak sampai begadang seperti bundaran Mandonga (BM).

Dari keadaan itulah para gembel melata. Menjadi agen penumpang angkot (aheng istilah mereka), lalu pada malam hari membantu menyusun dan membongkar dagangan kaki lima, atau disuruh membeli rokok. Seikhlasnya diberi orang, begitulah mereka hidup.

Kebanyakan mereka masih sangat kecil, usia 7-10 tahun, yang mestinya masih menangis jika perutnya lapar, dibujuk dan dielus untuk membuatnya makan. Mereka tidur di pangkalan ojek, bila BM telah sepi, malam mulai berkabut, penjual buah di sampingnya sudah angkut gerobak, dan ojek berangkat pulang.

Tapi pangkalan ojek itu tidak pernah penuh. Begitu ada gelandangan, beberapa hari kemudian mereka diambil warga sekitar BM. Entah itu tukang ojek atau pedagang kaki lima. Jadi bukan orang kaya, bukan juga progam Walikota Kendari yang disebut Persaudaraan Madani yang menyelamatkan anak-anak telantar itu.

Melainkan keluarga yang hidupnya juga tertatih, mereka yang tiada siang dan malam-malam mereka tiduri. Karena kerasnya kehidupan, karena ada kehidupan lain di rumah yang mesti dinafkahi. Sedang perut tidak mau tahu bagaimana ceritera sesuap nasi bisa tiba di piring. Mungkin karena kedekatan emosional, nasib para gelandangan itu bisa mereka sentuh dengan perasaannya.

"Yang satu itu suamiku minta saya yang ambil, setengah mati dia bujuk-bujuk saya, tapi orangnya gila-gila beh. Urus dua anakku saja susahnya, mau tambah dikasih susah lagi sama anak itu. Nakal sekali, tidak bisa diam, sembarang dia garuk," ungkap Erni, penjual jagung rebus di BM.

Dia terlalu kecil untuk mengalami hidup seperti ini. Usianya sekitar 8 atau 9 tahun. Dia berasal dari Wakatobi. Dia baru beberapa pekan terlihat di sini. Namanya Woe, nama yang diberikan warga setempat. Karena tidak ada yang tahu namanya. Dia sendiri pun tak tahu. 

"Kalau mau disuruh beli rokok, orang hanya memanggilnya woe..woe...," ceritera mamanya Tiwi, sapaan akrab Erni. 

Akhirnya, itulah nama barunya di rumah barunya, bundaran Mandonga.

Ini awal Oktober 2010. Sekira akhir September dia muncul di BM. Tidak pernah mandi, bajunya itu-itu terus. 

"Dia ceriteranya suka dipukul sama mamanya, disiksa terus, sering diburukan pisau dapur. Makanya dia lari dari rumah. Tidak tahu bagaimana dia sampai di sini," tutur ibu dua anak itu.

Beberapa gelandangan lainnya sudah diasuh, tinggal Woe yang masih tidur di jalanan. 

"Ada yang sudah bisa beli motor sendiri dari kumpul-kumpul uang menjadi aheng, sekarang sudah besar, jadi tukang ojek," wanita berambut lurus itu mengisahkan. 

Yang pasti tidak ada lagi yang tinggal di jalanan, menggelandang sebagai gembel. Semua terselamatkan. Entah Woe, bagaimana nanti. (*)

Baca Juga:
Trancecologi Jalari Kendari
Tiga Jam Lagi Matahari Terbit
Wali Kota Malam
Rumah Bordil Pertama di Kendari
Hotel Pertama Kendari Riwayatmu Kini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sketsa 80-an: Kapal Kayu

Pelabuhan Raha dulu sentral. Titik tolak lalu lintas kapal penumpang rute Kendari-Raha-Baubau. Dan pelabuhan transit yang bergairah. Jalur dilayani oleh kapal motor antara lain Cahaya Alam, Bawakaraeng, Imalombasi, Ilologading. Foto KM Bawakaraeng yang sempat diabadikan seseorang Kapal kayu, dermaganya pun masih kayu. Tahun 80-an segalanya masih sederhana. Tapi kesibukannya melampaui zamannya. Di Raha kapal dibagi, ke Kendari dan ke Baubau. Pelabuhan sangat ramai pada malam hari. Ada penjual gogos dan telur masak, buah-buahan, kacang kulit goreng, rokok, gula-gula, kue, macam-macam. Kacangnya digoreng pakai pasir, garing sekali. Ke Kendari ditempuh 7 atau 8 jam. Saking lamanya, tak jarang tercipta cinta satu malam. Tarik jangkar pukul 10.00 malam, berlabuh di Kendari subuh pukul 05.00. Beberapa orang memilih tidur-tiduran dulu di kapal, terang matahari baru turun. Lainnya langsung beranjak walau dunia masih gelap. Ada yang ke Kendari hanya turun belanja barang, kemudian balik lagi ke R

4 Cara ke Wakatobi

Wakatobi terletak di segitiga terumbu karang dunia, sehingga memiliki kekayaan hayati yang sangat tinggi. Keindahan bawah laut Wakatobi membuat dia dijadikan Taman Nasional Wakatobi pada 1996 oleh pemerintah Indonesia. Wakatobi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dia merupakan gugusan pulau dengan pulau utama Wanci, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Nama Wakatobi diambil dari akronim keempat pulau. Menurut situs Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI, Taman Nasional Wakatobi merupakan salah satu dari 50 taman nasional di Indonesia, dengan total area seluas 1,39 juta hektare, menyangkut keanekaragaman hayati laut, skala dan kondisi karang yang menempati salah satu posisi prioritas tertinggi dari konservasi laut di Indonesia. Kedalaman air di taman nasional ini bervariasi, bagian terdalam mencapai 1.044 meter di bawah permukaan air laut. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sultra, Wakatobi terdiri atas 8 kecamatan, memiliki 142 pulau s

Nandooto, Gunung Tertinggi Kedua di Sultra Ditaklukkan Agustus 2023

Gunung Nandooto atau Osu Nandooto merupakan puncak gunung tertinggi kedua di Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan ketinggian 2.421 meter di atas permukaan laut (Mdpl), berada di hamparan Pegunungan Tangkelemboke Kabupaten Konawe. Adapun puncak gunung tertinggi pertama di Sultra adalah Gunung Mekongga yang terletak di Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) dengan ketinggian 2.640 Mdpl. Pegunungan Tangkelemboke berdiri memanjang dari bagian barat hingga ke timur dan utara, masuk di wilayah administratif Kabupaten Konawe dan Konawe Utara (Konut) serta Kolaka Timur (Koltim).  Butuh 8 Hari untuk Sampai di Puncak Tim ekspedisi dan eksporasi Mahacala UHO Kendari menaklukkan puncak Gunung Nandooto di Pegunungan Tangkelemboke Konawe, gunung tertinggi kedua di Sulawesi Tenggara . Tim Ekspedisi dan Eksplorasi Mahasiswa Pecinta Alam (Mahacala) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari berhasil menaklukkan puncak tertinggi Pegunungan Tangkelemboke, Osu Nandooto, pada 29 Agustus 2023. Untuk sampai ke puncak dibutuhk