Rona Kuno Kota Lama Kendari, Romansa Abad ke-19 Langsung ke konten utama

Rona Kuno Kota Lama Kendari, Romansa Abad ke-19

Wajah Kota Lama tahun 2012


Di bawah terang bulan, rona kuno mencuat kentara di profil jendelanya, di tekstur bangunannya. Toko tua di Kota Lama, Kendari, gurat lelah terpancar di wajahnya. Cat usang, tembok keriput, dibaluri debu berkarat. Sebuah view kenang-kenangan abad ke-19.

Ada godaan konyol ingin mengorek debunya. Debu bertumpuk dari tahun ke tahun, dari masa ke masa, sejak pertama kali dibangun.

Siapa tahu di antaranya ada debu tahun 1920. Tahun yang menandai kedatangan pedagang Cina dan Arab membangun pertokoan yang ada saat ini. Hanya ingin tahu, apakah debu setiap zaman juga berbeda-beda. 


Nuansa kental rona abad ke-19 hanya bisa ditangkap pada tengah malam saat Kota Lama sedang pulas, jalanan lengang sunyi, lampu pertokoan sudah padam dan dilingkupi kesenyapan. 

Saat seperti itu, lapat-lapat kita bahkan bisa mendengar desah nafasnya. Menggerayangi jendelanya yang usang dengan profil yang tidak pernah kita lihat kini, tidak kita kenali.

Ia seperti asing, tapi keasingan yang akrab. Keasingan yang aneh, yang melahirkan romantisme dan rindu kesumat.

“Saya hampir setiap hari datang di situ, lewat di situ, baru sekali ini dalam sunyi, tenang. Saya baru perhatikan baik-baik jendela usang itu,” tutur Arwan Ganda Saputra, satu dari tiga rekan yang menemani saya ke sana, Amin Baharuddin, Diana, dan Ika.

”Seandainya tidak ada kain reklame yang menutup, neon box, saya bayangkan suasananya seperti kita benar-benar berada di tengah zaman itu. View tempo doeloenya kental sekali,” ujar mahasiswa pencinta alam ini.

View Kota Tertatih


Ini bulan April 2010. View Kota Lama siang hari sepintas lalu seperti kota kumal, tertinggal. Kota yang lamban, yang merangkak tertatih, terseok-seok. 

Kesan berikutnya, ia seperti pinggiran kota besar. Cepat sekali tidur, jam 11 sudah pulas. 

Sekitar awal tahun 90-an, geliat kota bergerak ke Kemaraya, Mandonga, Wuawua, dan Anduonohu, seiring perlahan-lahan Kota Lama ditinggalkan.

Adalah mereka juga sebenarnya yang mengisi pusat-pusat perbelanjaan di kota baru--Wuawua, Mandonga-- merupakan cucu dan cicit toko Kota Lama. Swalayan Rabam salah satunya.

“Jadi, Kota Lama ini adalah rahim. Rahim yang melahirkan Kemaraya, Mandonga, Wuawua," kisah Muhamad Amin Baharudin, mengenang masa kecilnya di sana, warga Muna perantauan.

Bangunan tua juga banyak terdapat di bukit Vosmaer, di mana kediaman Controleer Belanda dibangun, yang sekarang dijadikan Rujab Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kendari. Di bukit itu bertenger masjid dan gereja berdampingan mesra, seperti mesranya Kerajaan Laiwoi-Belanda.

View Teluk Kendari


Dari bukit Vosmer orang bisa melihat view teluk dengan panorama laut yang indah.

Ada banyak lokasi ideal menikmati Teluk Kendari, misal, dari bukit Nipanipa di Gunung Jati atau pelataran Masjid Agung di bukti Vosmaer. 

Dalam perspektif jauh, pemandangan dari bukit Nipanipa memang bisa melihat keseluruhan panorama, tapi tidak cukup dekat untuk mencium aromanya.

Dari Masjid Agung, tempat paling nikmat mencumbu kemolekan Teluk Kendari. 

Bulan akan menyembul dari balik gunung dan kita yang berdiri di bukit Vosmaer seolah sama tingginya dengan bulan, berhadap-hadapan. 

Sementara Teluk Kendari persis terhidang di bawah sana dengan atraksi alam yang lain. Dari situ kita bisa mengerti Vosmaer memilih bukit itu bukan tanpa alasan.

View Nur Alam


Begitulah adanya, Kota Lama mengoleksi empat petualangan view untuk memanjakan mata wisata pemburu nuansa. 

Yaitu view Vosmaer di mana Kendari Abad ke-19 masih menyisakan jejaknya, kemudian view Kota Tertatih, view teluk, dan view Gubernur Nur Alam.

Yang terakhir ini masih ada dalam otak sang gubernur, dalam pandangan (visi) Nur Alam.

Jembatan Bahteramas, masjid terapung Teluk Kendari, dicanangkan segera hadir tahun ini.

Kota Lama akan menjadi apa. Dimusnahkankah atau dipertahankan dan cukup ditata sedemikian rupa sehingga menjadi wisata kota tua?

Semua masih bertenger dalam kepala Nur Alam.

“Pernah mau dibongkar tapi tidak jadi karena dianggap kota kenang-kenangan. Tapi sekarang mau dibongkar," kata Frans, salah seorang penghuni Kota Lama.

"Setiap pemerintah kayaknya berganti-ganti kebijakan. Kita ini rakyat menerima saja dia punya gagasan,” sambungnya.

Setiap derap roda pembangunan pasti memercikkan debu-debu polutan. 

Memerihkan mata yang kurang beruntung, menyesakkan rongga hidung, dan tenggorokan yang bernasib malang. Di sana, Kota Lama menanti eksekusi Tuan.(*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 Cara ke Wakatobi

Wakatobi terletak di segitiga terumbu karang dunia, sehingga memiliki kekayaan hayati yang sangat tinggi. Keindahan bawah laut Wakatobi membuat dia dijadikan Taman Nasional Wakatobi pada 1996 oleh pemerintah Indonesia. Wakatobi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dia merupakan gugusan pulau dengan pulau utama Wanci, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Nama Wakatobi diambil dari akronim keempat pulau. Menurut situs Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI, Taman Nasional Wakatobi merupakan salah satu dari 50 taman nasional di Indonesia, dengan total area seluas 1,39 juta hektare, menyangkut keanekaragaman hayati laut, skala dan kondisi karang yang menempati salah satu posisi prioritas tertinggi dari konservasi laut di Indonesia. Kedalaman air di taman nasional ini bervariasi, bagian terdalam mencapai 1.044 meter di bawah permukaan air laut. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sultra, Wakatobi terdiri atas 8 kecamatan, memiliki 142 pulau s

Tempat Keramaian Kendari, Wisata Malam Ruang Terbuka

Kota Kendari punya beberapa pilihan tempat kongko di ruang terbuka, tempat orang membentuk keramaian umum. Beberapa di antaranya menjadi tempat wisata malam pelepas penat, mengendurkan urat syaraf, menurunkan ketegangan setelah seharian sibuk beraktivitas.  Kendari, daerah yang perkembangan kotanya melingkari Teluk Kendari, tidak heran kebanyakan wisata kuliner, hotel, dan spot foto hits dibangun di tepi teluk, menjual view teluk dan dua landmark Kendari yang ikonik, Jembatan Teluk Kendari dan masjid terapung Al Alam. Berikut ini pilihan wisata malam ruang terbuka dan tempat-tempat keramaian yang populer.  1. Kendari Beach Kendari Beach dengan latar Teluk Kendari dan Masjid Al Alam di kejauhan Ada sepenggal jalan bypass di Kemaraya, jalur sepanjang Taman Teratai sampai Meohai Park, sebuah taman yang diapit Jln Ir H Alala dan Jln Sultan Hasanuddin, tempat keramaian pertama di Kendari sejak 80-an dan masih eksis sampai hari ini sebagai tempat favorit nongkrong. Panjangnya hanya kurang le

Kerajaan Besar di Sultra Berakar dari Kedatuan Luwu kecuali Buton

Bila mencermati cerita rakyat masing-masing 4 kerajaan besar di Sulawesi Tenggara bagaimana kerajaan-kerajaan itu terbentuk, dalam ibarat, setiap cerita mewakili satu kepingan puzzle. Apabila keempatnya digabungkan maka terbentuklah satu gambaran utuh dan menyeluruh, yang dapat diambil satu kesimpulan dari padanya. Bahwa raja pertama Kerajaan Mekongga, Konwe, dan Muna, kecuali Kerajaan Buton, ketiganya berasal dari akar yang sama, yaitu Kedatuan Luwu di zaman Sawerigading. Raja pertama Mekongga Larumbalangi adalah keluarga Sawerigading, Raja pertama Konawe Wekoila atau We Tenrirawe juga keluarga Sawerigading. Wekoila kakak beradik dengan Larumbalangi. Kemudian, Raja Muna pertama suami We Tenri Abeng, kembar emas Sawerigading. Bahasa lainnya Ipar Sawerigading. Merujuk epos Lagaligo, suami We Tenri Abeng adalah Remang Rilangi. Sementara itu, Kerajaan Buton dibentuk oleh 4 laki-laki pendatang dari rumpun melayu pada akhir abad ke-13 atau awal abad ke-14, yaitu Sipanjongan, Sijawangkati, S